Sejarah Asal Sebutan Cina Benteng di Kota Tangerang. Jika ngomongin Tahun Baru Imlek dan Kota Tangerang, pastinya tak akan bisa lepask dengan yang namanya masyarakat Cina Benteng. Cina Benteng merupakan sebutan untuk masyarakat keturunan Tionghoa yang bermukim di wilayah Tangerang. Penyebutan ini tentunya memiliki sejarah yang panjang.
Mengapa disebut Cina Benteng? Ini karena pada masa itu terdapat sebuah benteng penjajah Belanda yang dikenal warga pribumi dengan nama Benteng Makasar. Didirikan sekitar abad ke-16. Benteng tersebut digunakan sebagai pos pengamanan untuk menghalau serangan dari Kesultanan Banten pada masa itu. Benteng ini juga merupakan benteng terdepan pertahanan Belanda di Pulau Jawa.
Benteng tersebut merupakan pembatas wilayah Kesultanan Banten dengan VOC yang beririsan dengan aliran Sungai Cisadane. Di sisi barat sungai wilayah kekuasaan Banten. Sebelah timur kekuasaan Belanda. Pada tahun itu, VOC mengizinkan warga sekitar Benteng untuk membuka lahan pertanian di sekitar perairan Sungai Cisadane. Kesempatan itu tak disia-siakan warga peranakan Tionghoa yang pandai bertani, untuk mendiami lahan di sekitar Benteng. Hingga akhirnya sebutan Cina Benteng pun melekat pada warga peranakan Tionghoa di Tangerang.
Menurut kitab sejarah Sunda yang berjudul Tina Layang Parahyang (Catatan dari Parahyangan), keberadaan komunitas Tionghoa di Tangerang dan Batavia sudah ada setidak-tidaknya sejak 1407 NI. Kitab itu menceritakan tentang mendaratnya rombongan pertama dari dataran Tiongkok yang dipimpin Tjen Tjie Lung alias Halung di muara Sungai Cisadane, yang sekarang berubah nama menjadi Teluk Naga.Diketahui mereka mampu berbaur dan akrab dengan pribumi Tangerang. Mereka rata-rata bekerja sebagai petani.
Perlu diketahui, warga peranakan Tionghoa yang datang ke Tangerang pada waktu itu terbagi menjadi dua gelombang.Gelombang yang kedua yang datang lebih banyak dan berprofesi sebagai pedagang. Hal ini yang membuat mereka berbeda satu sama lain secara perekonomian.
“Dari segi perekonomian, pedagang memang lebih kaya dibanding petani dan memang kondisinya demikian,” tuturnya. Dosen Agama Budha Universitas Pamulang (Unpam), Surya Budiman menjelaskan, masyarakat peranakan Tionghoa pertama kali tiba di Tangerang tahun 1407.
Dan mereka mampu berbaur dan akrab dengan masyarakat pribumi Tangerang. Mereka rata-rata bekerja sebagai petani. Surya mengatakan tidak tahu berapa banyak jumlah penduduk waga Cina Benteng sampai saat ini.
Secara kultur, termasuk soal adat pernikahan, warga Cina Benteng tidak memiliki perbedaan dengan nenek moyang mereka di China. Tergantung dasarnya. Kalau Budha ngikutin (ajaran) Budha. Kalau Hindu ngikutin (ajaran) Hindu. Jadi tidak ada perbedaan,” pungkasnya.
Sumber: Suarajakarta.id